Leave it! I should live!
Bismillah....
“Kau meninggalkannya?”
“Ho-oh!”
“Kau, serius?”
“............. Jangan menatapku
seperti itu! Kali ini aku serius! Aku benar-benar meninggalkannya! Tak akan
mencoba kembali lagi!”
“........................”
“Ini benar-benar, menyakitkan!”
“............. Aku tak tau harus
berkata apa! Tapi, satu hal, bukankah baru kemaren kau mengatakan kau sudah
mulai mencintainya? Kau bahkan mengatakan sudah menerimanya sebagai takdirmu –
kalau aku tidak salah dengar!”
“Umm.... Inilah lucunya hidup,
bukan? Berawal dari pertemuan tak diharapkan, lalu dia menjeratmu,
memporak-porandakan hidupmu, kau membencinya, dia menolak melepaskanmu. Kau
semakin membencinya, dia semakin mengikatmu. Kau mulai frustasi menghadapinya,
lalu kau mulai mencoba melihat sisi baik dalam dirinya, mulai berpikir mungkin
dia yang terbaik yang dikirimkan Tuhan, mulai berpikir mungkin dia adalah
takdirmu. Kau mulai mempertimbangkannya, dia semakin memperlihatkan sisi
baiknya, kau semakin menyukainya, lalu memutuskan menerimanya! Menerimanya
dengan segenap hatimu, sampai kau melihat sisi terburuknya – yang tak pernah
kau bayangkan sebelumnya, sisi paling kejam dan menyeramkan! Dan kau kembali
membencinya – tentu saja – melebihi bencimu sebelumnya! Kau ingin lepas, tapi akan
jauh lebih berat, karena dia mulai membawa pengaruh bagi hidupmu. Beginilah
hidup mempermainkanmu!”
“Ahh.... Menyedihkan! Tapi
belakangan kau tampak benar-benar mencintainya dan kalian tampak benar-benar
bahagia bersama!”
“Umm.... Kau benar! Aku mulai menikmati
hari-hari bersamanya! Mulai menemukan bahwa dia tidak seburuk yang aku
bayangkan! Tapi itu sebelum aku melihat satu sisi itu! Satu sisi dirinya yang
membawaku pada hari terburuk sepanjang usiaku!”
“Aku turut menyesal untuk hari
itu!”
“Haha, terimakasih... Kau mungkin
tak akan pernah bisa membayangkan apa yang sudah aku alami di hari itu!”
“Ya, aku melihatnya! Kau tampak
benar-benar menderita! Tapi tidakkah menurutmu mempertimbangkannya sekali lagi
akan memberikan hasil berbeda? Maksudku, kau sudah bertahan cukup lama, kau
juga sudah berkorban cukup banyak. Ini tidak akan selesai begitu saja, bukan?
Kau pantas mendapatkan sesuatu darinya, bukan?”
“Ya, kau benar! Aku berhak LEPAS
darinya!”
“Bukan itu maksudku. Maksudku,
kau............”
“Aku berhak hidup dengan damai,
bukan? Karena itulah aku mengambil keputusan ini. Karena kedamaian hatiku jauh
lebih penting dari apapun! Bahwa aku harus memperjuangkannya tak peduli apapun,
lagi! Bahwa kedamaian hatiku tidak akan kudapatkan jika terus bersamanya! Aku
benar-benar harus melepaskan diri!”
“Kau terlihat, agak menyeramkan,
sekarang!”
“Hahaha... Bukan begitu. Hanya
saja aku harus lebih tegas pada diriku sendiri! Seperti yang kau katakan, aku
sudah bertahan cukup lama, berkorban cukup banyak, juga menderita cukup banyak!
Karena itu, aku tak boleh lebih menderita lagi! Aku tak bisa berkorban lebih
banyak lagi! Sakit ini, hanya karena aku sanggup menanggungnya, bukan berarti
aku pantas menerimanya, bukan?”
“Hhhh...... Hidupmu begitu
rumit!”
“Hahaha, tapi tidak akan lebih
rumit lagi! Selalu ada konsekuensi dari setiap langkah yang diambil, bukan?
Konsekuensi yang juga tidak akan mudah! Aku tau itu! Tapi kurasa ini akan
sepadan dengan kedamaian hidupku dimasa yang akan datang. Aku akan baik-baik
saja! Aku akan mengatasinya dengan baik!”
“Kau yakin dia akan melepaskanmu
begitu saja?”
“Hahaa... Seperti yang kubilang,
ini tidak akan mudah. Tapi setidaknya aku harus mencoba. Dan benar-benar harus
berjuang mendapatkan yang baru?”
“Yang baru? Sebentar! Apa kau
meninggalkannya karena sudah menemukan yang baru? Kau....”
“Bukan begitu! Ada yang kusukai sejak lama! Tapi aku terlalu pengecut untuk memperjuangkannya!
Membiarkannya lepas begitu saja! Tapi kali ini aku akan sungguh-sungguh
mengejarnya, memperjuangkannya dengan seluruh kemampuan yang kupunya – tanpa
peduli apapun!”
“Kau tampak,, lebih,,, hidup!”
“Hahaha,, aku juga merasa begitu!
Hidup yang sebenarnya, sekarang aku bisa memulainya, bukan?”
Kamar kehidupan, February 05th
2015 @ 01.47 am
Setelah obrolan panjang dengan
seorang sahabat malam ini. Benar-benar terpikir, ‘itulah’ sebabnya. ‘Hari itu’
adalah puncaknya! Hari dimana uda nyaris menamparku karena aku mulai
mempertanyakan keberadaan Tuhan dalam hidupku. Hari itu semacam pencerahan
bahwa aku harus meninggalkannya! Ini bukan jalanku! Ini benar-benar sudah
diluar batas toleransiku! Namun, jika dikemudian hari kalian melihatku hidup
bersamanya, tolong jangan ucapkan ‘selamat’, ‘semoga berbahagia’ atau
semacamnya! Jika itu terjadi, percayalah, aku tidak akan sedang berbahagia!
Maka pada hari itu kalian harus benar-benar berpikir bagaimana cara
melepaskanku darinya. Karena itu berarti aku kembali terjebak, atau dijebak!
0 comments :
Post a Comment