Untukmu saja (oleh Rizky Abdillah 2014)

Monday, October 05, 2020

Untukmu saja (oleh Rizky Abdillah 2014)


Kau meragukan kemampuanku? Sial!

 

Kau pikir kau siapa? Bisa melakukan segala hal? Oke mungkin begitu kebenarannya. Maksudku kau memang hampir selalu bisa melakukan segala hal, termasuk meragukan kemampuan menulisku. Sialan!

 

Walaupun aku suka bicara sembarangan. Mengetik sms tanpa pernah memperhatikan EYD (memangnya kau memperhatikan?), tapi kau tidak bisa meragukan kemampuan menulisku. Aku sebenarnya tidak enak mengatakannya, karena akan membuat orang berpikir aku sombong atau pamer, tapi mau tidak mau aku harus mengatakannya-bahwa aku pernah ikut sekolah menulis (walaupun online), pernah ikut lomba menulis (walaupun belum beruntung untuk menang), pernah ikut pelatihan jurnalis, dan sampai sekarang masih aktif sebagai anggota sebuah forum lingkar pena. Maksudku, jangan mudah meragukan kemampuanku.

 

Um, Tidak ada topik menarik yang bisa kutulis dengan semakin menarik pagi ini. Kopiku bahkan sudah dingin-menunggu munculnya ide fantastis-dan entah kenapa aku semakin menyukainya. Oke, tertawalah sepuasmu! Aku bodoh bukan? Barangkali begitu! Tapi hei aku jauh lebih pintar dari perempuan muda yang menggemari ampas kopi ayahnya. Saatnya untuk kau mengumpatku, bodoh!

 

Apakah aku boleh bercerita tentangmu? Kurasa boleh saja! Kalau kau marah terserah kau saja. Seperti kau tak pernah marah saja. Bukankah baru minggu lalu kau mengamuk membabi buta, bahkan berbicara dibalik gigi yang terkatup rapat padaku? Oke, aku takut waktu itu! Maksudku bertanya-tanya apa memang sebesar itu kesalahanku? Apa pantas mendapat amukan semengerikan itu? Oke tidak perlu diungkit lagi, tidak bagus untuk masa depan kita berdua!

 

Kapan aku mengenalmu? Mungkin usia empat tahun? Atau lima tahun? Mungkin juga enam tahun? Ah aku lupa tepatnya, lagipula itu tidak penting. Bagian pentingnya adalah aku melewatkan tumbuh bersamamu. Maksudku, akan menyenangkan menghabiskan tahun bersamamu. Aku yakin kau melewati masa kecilmu dengan sangat memuaskan. Apakah kau ingat bagaimana kau mengajariku memanjat pohon cokelat di kebun ujung kampung? Kau tampak keren sekali ketika sedang memanjat. Maksudku, ketika menoleh kiri kanan mencari pijakan yang kokoh lalu langsung mendarat ke tanah karena tidak ada pijakan yang meyakinkan. Kadang kau mendarat dengan mulus dan aku akan berdecak kagum sambil bertepuk tangan. Namun kadang kau mendarat dengan ‘kurang beruntung’. Lutut berdarah ataupun pergelangan kaki terkilir, dan aku akan tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutku. Aku selalu saja ingat ekspresi melototmu dan ancaman yang membuatku keder ‘Tak usah kita berkawan lagi’. Tidakkah kau pikir kau sudah punya jiwa mafia sejak belasan tahun lalu?

 

Omong-omong sudah berapa lama kita terpisah? Kalau aku tidak salah hitung mungkin ada 18 tahun. Waaah, bukankah ini mengagumkan? Maksudku, luar biasa karena kita berjumpa lagi tahun ini. Oke kau mungkin akan mendebatku kalau aku bilang selama itu. Tapi aku sungguh tidak merasa pertemuan kita lima tahun lalu adalah pertemuan. Ayolah itu hanya beberapa jam. Dan baik aku maupun (apalagi) kau sama sekali tidak menyadari keberadaan masing-masing. Aku benar-benar syok dan merasa bodoh ketika Om  mengatakan bahwa kau dari Payakumbuh – sesaat setelah kau kembali ke Jakarta. Sialan! Mestinya aku bersikap sedikit ramah padamu. Salahkan dirimu yang juga bersikap tak mau tahu urusan sekelilingmu. Seharusnya kau menanyakan asal usulku bukan? Atau minimal tepe-tepe di depanku. Bukankah itu yang biasa dilakukan perempuan muda dihadapan lelaki muda keren dan berkharisma sepertiku? Tapi yang kau lakukan hanya bolak-balik ke dapur bersama tuan rumah (ayolah kau itu tamu) dan sibuk minta diantar keliling Bandung di subuh buta, bahkan ketika aku belum sholat subuh. Oke, kau tidak minta aku yang mengantar. Kau juga tidak merengek kepadaku, tapi suaramu sangat mengganggu pagi dinginku.

 

Oiya, hampir saja lupa, mestinya kutanyakan sejak awal, tapi aku sungguh lupa. Selayaknya sahabat lama, aku akan menanyakannya. Bagaimana kabarmu?

 

Kalau kulihat dirimu sekarang mungkin kabarmu baik-baik saja. Dan aku benci mengetahuinya. Maksudku, aku benci ketika kau bisa hidup dengan baik tanpa diriku. Oke, hilangkan wajah ‘kau pikir kau siapa?’ itu dari wajah bodohmu. Oke, mungkin memang aku bukan siapa-siapa, tapi setidaknya dulu kau menangis ketika aku pergi. Sebentar! Jangan katakan waktu itu kau menangis karena aku menyembunyikan sendalmu di salah satu cabang pohon sawo depan rumahmu itu? Bukan seperti itu, bukan? Baiklah, kuputuskan kau menangisiku waktu itu, bukan sendalmu.

 

Kudengar kau sekarang jadi perawat ya? Aku sampai syok mendengarnya. Tak terbayangkan kau melayani orang-orang dengan lemah lembut dan penuh kasih. Kau itu lebih cocok jadi ranger merah. Bukankah dulu kau sering melompat dari tangga sambil berteriak ‘berubah’ lengkap dengan gerakan tangan ala power ranger? Ya, itu lebih cocok untukmu. (Sebentar! biarkan aku menyelesaikan ketawaku!)

 

Aku serius, apa kau benar-benar ingin jadi perawat? Ayolah aku tahu makna cengengesanmu ketika aku menanyakan ini. Apa kau menyukai topik ini? Kurasa tidak! Oke, akan aku tulis lebih dalam *smirk*

 

Seingatku dulu kau ingin jadi ilmuwan. Aku merasa ketika itu cita-citamu sungguh keren dibandingkan aku yang hanya ingin jadi guru. Dengan polosnya (bukan bodoh) aku langsung berpikir bahwa ketika dewasa nanti kau benar-benar akan jadi ilmuwan. Dan aku membayangkan kau dengan jas putih dan kacamata berbingkai hitam bekerja di ruangan putih memegangi gelas-gelas genting penuh asap, dengan rambut dikuncir keatas dan kening berkerut. Lihat, aku benar-benar punya imajinasi yang fantastis dan detail tentangmu. Dengar, seperti itulah anak jenius tak tertandingi memainkan imajinasinya. Bukan dengan menutupi wajah dengan sarung lalu mengayunkan sebilah bambu kesana-kemari dengan antusias. Mungkin menurutmu kau sedang jadi ninja, tapi menurutku kau seperti petugas ronda yang disorientasi waktu.

 

Uhmm, aku capek. Kau tahu aku sungguh harus bermalas-malasan beberapa hari ini. Maksudku aku harus menghemat energi. Banyak hal besar menungguku beberapa minggu kedepan. Aku harus kuat, tangguh, gagah dan perkasa.

 

Bagaimana menurutmu? Kurasa tidak begitu buruk. Biasanya aku bisa menulis dengan sangat hebat dan keren. Tapi otakku tak bisa diajak kompromi ketika menulis tentangmu. Tidakkah menurutmu lebih baik kita duduk dengan tenang, mengenang masalalu sambil nyeruput kopi dingin? Aku tak keberatan memberikan ampasnya untukmu secara cuma-cuma. *smirk*

 

 

Ditulis oleh Rizky Abdillah, Bandung, 19.08.2014 

 

P.S: Aku sudah membaca beberapa tulisanmu. Tidak begitu buruk untuk orang sepertimu. Dengan sedikit pelajaran dariku akan lebih bagus. Akan aku pertimbangkan kalau kau mengajakku duet menulis. 



Aku ingin mengumpulkan tulisan-tulisanmu disini, tulisanmu tentangku.

Berhubung aku sedang punya waktu luang, aku bisa dengan bebas mengubek-ubek notes-mu di fb. 

Anyway, how's there bro?

I'm fine here!


Jogja, 05.10.20, hujan.

0 comments :