2016

Sunday, May 22, 2016

Let it go! I did!



"Minggu lalu, ketika kau mengatakan kau akan menyerah, aku tau kau tidak akan bisa!"
"Aku sungguh-sungguh kala itu!"
"Aku tau, kau selalu sungguh-sungguh dengan ucapanmu! Tapi kau tidak akan bisa sungguh-sungguh meninggalkannya! Kepalamu mungkin bersikeras kau akan bisa, tapi hatimu tidak! Aku benar, bukan?"
"Sekarangpun, aku sungguh-sungguh tak ingin peduli lagi dengannya! Tapi......"
"Tapi kau tak bisa!"
"Aku lelah!"
"Kau juga mengatakan hal yang sama minggu lalu!"
"Aku tau! Kau tau, lelah ini sudah ada sejak bertahun-tahun lalu! Sejak aku ratusan kali meminta hal yang sama padanya, tapi tak pernah digubrisnya! Sejak aku puluhan kali berusaha menariknya kejalan yang benar, tapi dia tak bergeming! Dia bahkan merasa terganggu dengan kehadiranku dan mulai mempertanyakan 'siapa aku untuk hidupnya?'"
"Aku tau!"
"Aku lelah! Sakit setiap kali melihatnya kembali jatuh dengan bangga dalam kubangan maksiatnya!"
"............ Apa kau percaya 'tangan Tuhan'?"
"....??"
"Ummm, bahwa ketika kau telah mengusahakan sesuatu, merubah sesuatu kearah kebaikan, melakukan usaha terbaikmu, bahkan kesakitan dan menderita karenanya, namun semuanya tampak tidak membawa hasil, maka itu saatnya untuk menyerahkan hasilnya kepada Tuhan, biarkan Dia bekerja!"
"Aku hanya tak ingin melihatnya menghancurkan hidupnya sendiri! Jika dimasa depan aku mendengar kabar buruk tentangnya, aku tak akan bisa memaafkan diriku sendiri!"
"Aku tau, aku tau!! Tapi kau tidak bisa menyiksa dirimu lebih parah lagi! Dirimu juga punya hak akan dirimu! Sekarang, kau menangis mengkhawatirkannya, tapi dia malah menertawakanmu! Kukatakan, bagianmu sudah lebih dari cukup! Kau tak perlu melakukan apa-apa lagi!"
".............."
"Belajarlah mengikhlaskannya! Tidak semua hal dapat kau lakukan! Kau tidak bisa menghapus segala kekecewaan dan kehancuran didunia ini! Kau tidak bisa membuat semua penduduk bumi masuk surga lalu mengosongkan neraka! Ikhlaskan! Dan berdamailah dengan dirimu sendiri! Ada hal-hal diluar kuasamu, diluar jangkauanmu! Yang bisa kau lakukan sekarang hanya berharap dan berdo'a, semoga Tuhan memberinya hidayah!"
"Aku ingin, tapi kau tau......."
"Aku tau! Kau ingin lepas, tapi pada dasarnya kau tidak berusaha melepaskan diri!"
"Maksudmu?"
"Kau tau, kau adalah orang dengan ego paling besar yang pernah kukenal!
"Kau bilang apa?"
"Egomu besar! Kau tidak bisa menerima kata kalah. Bukan! Kau tidak bisa menerima kata tidak menang. Kau melatih dirimu mendapatkan apa yang ingin kau dapatkan, merubah apa yang ingin kau rubah! Tapi kau lupa, tidak semua hal bisa kau lakukan! Tidak semua bisa kau rubah!"
"Yaakkk!!"
"Maka berdamailah dengan dirimu sendiri! Kau manusia, bukan dewa! Ikhlaskan apa yang tidak bisa kau dapatkan, berdamailah dengan jalanmu!"
"Aku,, aku sekeras itu?"
"Ya... Kumohon, lepaskanlah! Tidak ada yang memintamu memikul beban sebegini berat, kenapa kau menyiksa dirimu sendiri?"
"Aku, tidak......"
"Ya! Kau melakukannya!"
"..................."
"Kumohon hentikanlah! Lepaskan bebanmu! Lalu tunaikan hakmu pada dirimu!"
".......?"
"Tersenyumlah yang banyak! Tertawalah yang banyak! Berbahagialah!"
"Maksudmu, sekarang aku tidak bahagia?"
"Ckckk,,, ya ya yaa... Kau bahagia! Sangat bahagia! Ckk, perhatikan dirimu, jilbab acak-acakan, mata sembab, tampang dekil, dan itu, kapan terakhir kau mencuci muka?"
"Apa aku semenyedihkan itu?"
"Ohoh! Aku bahkan belum menyebutkan kantung mata, kuku panjang, insomnia, parasomnia, berat ba......"
"Arasso, arattagoo..."

Home, 21.01.16


Thanks for someone out there for saying 'kau tidak bisa membuat semua penduduk bumi masuk surga lalu mengosongkan neraka'. I see! I'll try to get it off my mind, but please make sure to keep staying there to remind me (in case I fall again)...

Menyerahlah! Bebaskan dirimu!



Sesuatu pasti telah terjadi, punggungnya bergetar. Aku mendekat, memastikan keadaannya, namun dia mendadak membalikkan badan - kearahku - membuatku menghentikan langkah, yang hanya tinggal tiga langkah dari tempatnya.
"Bisakah kau memelukku?" tanyanya setelah diam sejenak, mungkin terkejut dengan keberadaanku dihadapannya. Airmata tergenang dikedua kelopak matanya.
Aku menghela napas dalam dan berat, seperti biasa, dadaku mendadak sempit melihatnya begini. "Kemarilah!" balasku sambil mendekat.

"Aku tak akan memintamu berhenti, karena kau tak akan melakukannya!  Tapi kumohon......"
"Tidak! Kali ini aku akan berhenti! Benar-benar berhenti!" dia menganggukkan kepala, meyakinkan dirinya sendiri, sementara airmatanya kembali menggenang.
"Sudahlah! Kau tak perlu memaksakan diri begitu! Aku tau seberapa pentingnya dia untukmu, dan kau tak akan bisa berhenti berjuang untuknya!" Aku sudah sangat hapal drama hidupnya. Berkorban, tak dianggap, bersedih hati, berkorban lebih banyak lagi untuk kemudian kembali tidak dihargai. Bersedih hati lagi. Selalu pola yang sama. Terulang sepanjang waktu selama beberapa tahun terakhir.
"Kali ini aku sungguh-sungguh!" suaranya tercekat, genangan dimatanya hampir tumpah. See? Dia tak akan mampu. "Aku,,,, aku,,, sudah sangat lelah!" genangan itu mengalir turun, membuat wajahnya kembali basah. Aku menyodorkan tisu. "A,,, a,, ku lelah!" ujarnya disela bahu yang berguncang. Lelah? Akhirnya kata ini keluar juga dari mulutnya setelah bertahun-tahun. Biasanya aku yang selalu bertanya 'Apa kau tidak lelah? Hentikanlah!' Dan tentu saja tidak pernah dihiraukannya. "A,, aku,, aku tak sanggup lagi!" tangisnya makin menjadi. Aku tau, dia menangisi kalimatnya barusan - kalimat yang terdengar menyedihkan. Aku membuang muka sambil menghembuskan napas panjang. Kenapa aku harus selalu melihatnya begini? Hancur dan kesakitan? Kubiarkan dia kembali menangis. Tak ada yang bisa kulakukan untuk menghentikannya, toh tisuku juga sudah habis.

"Apa mataku bengkak?" tanyanya dengan tangan masih sibuk menghapus sisa-sisa tangis diwajahnya.
"Ya!" jawabku jujur.
Dia tersenyum, terlalu dipaksakan. Dia memperbaiki duduknya, menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. "Kali ini aku benar-benar tidak akan peduli lagi. Sungguh! Aku hanya akan memberikan perhatianku untuk mereka yang juga memperhatikanku. Aku hanya akan berjuang untuk mereka yang juga berjuang untukku. Berkorban untuk mereka yang juga berkorban untukku. Sakit untuk mereka yang juga mau sakit untukku! Sungguh!" Kepalanya mengangguk yakin dengan bola mata yang membesar.
"Kau,,, kau yakin?" tanyaku ragu.
"Sudah kuduga kau akan meragukanku. Aku hanya....."
"Maksudku, kau tidak perlu memaksakan diri begitu! Tidak perlu membuat pernyataan apa-apa! Baik kau maupun aku sama-sama tau kelanjutannya!"
"Percaya padaku! Kali ini aku serius! Sungguh! Aku tidak akan menyiksa diriku lagi! Dia hidup dengan kacau, masa depannya hancur, dia mengambil jalan yang salah, aku tak peduli lagi. Kurasa yang kulakukan selama ini sudah lebih dari cukup. Toh pada dasarnya aku tidak punya tanggung jawab atas hidupnya. Dan aku tak perlu berbaik hati lagi mengorbankan kebahagiaanku untuknya!" dia tersenyum.
"Kurasa aku pernah mendengar itu sebelumnya!" ujarku tertawa. Ya, itu kalimatku. Kalimat yang selalu kutujukan padanya setiap kali dia menangis dan disakiti.
"Benarkah? Aku mendapatkannya dari seorang idiot jelek!" dia tertawa. Apa? Tertawa?
Kuamati ekspresinya, mencari kebohongan dan keterpaksaan disana. "Apa kita harus nonton film sedih sekarang?" kurasa dia jujur kali ini.
"Eh??"
"Agar kau bisa menangis sepuasnya!" jawabku mengangkat bahu.
"Ckk..." dia berdecak, berlagak kesal. "Kau pikir aku serapuh itu? Ck... Traktir aku kopi!" perintahnya dengan tangan terlipat didada.
"Kopi? Apa hubungannya?"
"Ckk.. Benar-benar idiot!" Dia berdiri, melangkah menuju jalanan. "Aku harus memastikan, kalau yang pahit itu tidak selalu buruk!"
Aku bangkit untuk menyusulnya. "Kau tak akan menyesali keputusanmu!"


Home, 17.01.16

Run to Me!




"Maaf tadi aku sedang rapat. Ada apa?"
"Kau masih sibuk?"
"Ti-tidak! Sudah tidak ada pekerjaan lagi. Kau baik-baik saja?" 
"Umm... Kuharap begitu!"
"Oke, kau dimana? Aku kesana sekarang!"
"Ti-tidak usah. Aku tidak apa-apa! Aku tau kau sibuk!"
"Aku sudah bilang sudah tidak ada pekerjaan! Aku bosan disini!"
"Bukannya kemarin kau bilang hari ini akan berat bagimu? Kau bilang akan ada supervisi?"
"Aku bilang begitu? Sepertinya otakku sedang tidak beres kemarin. Sekarang katakan kau dimana?"
"Aku tidak apa-apa! Aku akan menunggu sampai urusanmu selesai!"
"Yaakk! Aku bilang aku akan kesana sekarang. 27 panggilan tak terjawab. Kau pikir aku bodoh percaya bahwa kau baik-baik saja?"
"............."
"Ayolah.. Aku rasa aku ingin curhat! Kau tau hari ini cukup berat! Aku butuh teman!"
"Kau baik-baik saja?"
"Ckkk... Apa kau begitu khawatirnya padaku? Mari bertemu!"
"Aku di tempat biasa!"
"Oke, I'm on my way!"
"Ingin kupesankan sesuatu?"
"Mmm, kurasa kopi saja! Aku butuh terjaga untuk mendengarkanmu!" 
"Eh???" 
"Umm, maksudku, untuk bercerita padamu!" 

Kamar kehidupan, April 29th 2015 
Pada akhirnya kopimu benar-benar membuatmu terjaga. Terjaga untuk tiga jam mendengarkan masalah hidupku, tanpa sedikitpun membahas hidupmu.


Jarum jam!!



"Seperti jarum jam!"
"Ehh!!"
"Ditengah hiruk pikuk siang, kau tidak akan menyadari kalau dia sedang bekerja. Namun ketika malam mulai datang. Ketika jiwa-jiwa lelah beranjak merebahkan diri, kau akan mendengarnya. Berdetak sangat keras-ternyata. Tak kenal lelah. Bahkan disaat kau tidak lagi mendengarnya, karena terlelap dalam tidurmu!"
"Ma-maksudmu?"
"Ada seseorang yang hidup seperti jarum jam. Melakukan banyak hal tanpa kenal lelah untuk seseorang, tapi tak pernah dianggap, tak pernah terdengar! Tapi bukannya berhenti dia malah terus bekerja! Terus dan terus! Terlihat bodoh? Tidak juga! Usahanya mungkin tidak akan membawanya kemana-mana, tapi akan membawa seseorang pada mimpinya! Dia mungkin akan begitu-begitu saja, tapi hidup seseorang akan berubah karenanya! Ya, persis detakan jarum jam! Keren bukan?"
"Aku masih belum mengerti!"
"…................"
"Sebentar, apa menurutmu aku mengenal si jarum jam?"
"Umm... Mungkin kau mengenalnya, tapi mengabaikannya. Tak mampu mendengarnya! Kau tau, duniamu itu terlampau berisik untuk mendengarnya!"
"...................." 

Kamar kehidupan, 04.08.15




Leave it! I should live!




Bismillah....

“Kau meninggalkannya?”
“Ho-oh!”
“Kau, serius?”
“............. Jangan menatapku seperti itu! Kali ini aku serius! Aku benar-benar meninggalkannya! Tak akan mencoba kembali lagi!”
“........................”
“Ini benar-benar, menyakitkan!”
“............. Aku tak tau harus berkata apa! Tapi, satu hal, bukankah baru kemaren kau mengatakan kau sudah mulai mencintainya? Kau bahkan mengatakan sudah menerimanya sebagai takdirmu – kalau aku tidak salah dengar!”
“Umm.... Inilah lucunya hidup, bukan? Berawal dari pertemuan tak diharapkan, lalu dia menjeratmu, memporak-porandakan hidupmu, kau membencinya, dia menolak melepaskanmu. Kau semakin membencinya, dia semakin mengikatmu. Kau mulai frustasi menghadapinya, lalu kau mulai mencoba melihat sisi baik dalam dirinya, mulai berpikir mungkin dia yang terbaik yang dikirimkan Tuhan, mulai berpikir mungkin dia adalah takdirmu. Kau mulai mempertimbangkannya, dia semakin memperlihatkan sisi baiknya, kau semakin menyukainya, lalu memutuskan menerimanya! Menerimanya dengan segenap hatimu, sampai kau melihat sisi terburuknya – yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya, sisi paling kejam dan menyeramkan! Dan kau kembali membencinya – tentu saja – melebihi bencimu sebelumnya! Kau ingin lepas, tapi akan jauh lebih berat, karena dia mulai membawa pengaruh bagi hidupmu. Beginilah hidup mempermainkanmu!”
“Ahh.... Menyedihkan! Tapi belakangan kau tampak benar-benar mencintainya dan kalian tampak benar-benar bahagia bersama!”
“Umm.... Kau benar! Aku mulai menikmati hari-hari bersamanya! Mulai menemukan bahwa dia  tidak seburuk yang aku bayangkan! Tapi itu sebelum aku melihat satu sisi itu! Satu sisi dirinya yang membawaku pada hari terburuk sepanjang usiaku!”
“Aku turut menyesal untuk hari itu!”
 “Haha, terimakasih... Kau mungkin tak akan pernah bisa membayangkan apa yang sudah aku alami di hari itu!”
 “Ya, aku melihatnya! Kau tampak benar-benar menderita! Tapi tidakkah menurutmu mempertimbangkannya sekali lagi akan memberikan hasil berbeda? Maksudku, kau sudah bertahan cukup lama, kau juga sudah berkorban cukup banyak. Ini tidak akan selesai begitu saja, bukan? Kau pantas mendapatkan sesuatu darinya, bukan?”
 “Ya, kau benar! Aku berhak LEPAS darinya!”
 “Bukan itu maksudku. Maksudku, kau............”
 “Aku berhak hidup dengan damai, bukan? Karena itulah aku mengambil keputusan ini. Karena kedamaian hatiku jauh lebih penting dari apapun! Bahwa aku harus memperjuangkannya tak peduli apapun, lagi! Bahwa kedamaian hatiku tidak akan kudapatkan jika terus bersamanya! Aku benar-benar harus melepaskan diri!”
 “Kau terlihat, agak menyeramkan, sekarang!”
 “Hahaha... Bukan begitu. Hanya saja aku harus lebih tegas pada diriku sendiri! Seperti yang kau katakan, aku sudah bertahan cukup lama, berkorban cukup banyak, juga menderita cukup banyak! Karena itu, aku tak boleh lebih menderita lagi! Aku tak bisa berkorban lebih banyak lagi! Sakit ini, hanya karena aku sanggup menanggungnya, bukan berarti aku pantas menerimanya, bukan?”
 “Hhhh...... Hidupmu begitu rumit!”
 “Hahaha, tapi tidak akan lebih rumit lagi! Selalu ada konsekuensi dari setiap langkah yang diambil, bukan? Konsekuensi yang juga tidak akan mudah! Aku tau itu! Tapi kurasa ini akan sepadan dengan kedamaian hidupku dimasa yang akan datang. Aku akan baik-baik saja! Aku akan mengatasinya dengan baik!”
 “Kau yakin dia akan melepaskanmu begitu saja?”
 “Hahaa... Seperti yang kubilang, ini tidak akan mudah. Tapi setidaknya aku harus mencoba. Dan benar-benar harus berjuang mendapatkan yang baru?”
 “Yang baru? Sebentar! Apa kau meninggalkannya karena sudah menemukan yang baru? Kau....”
 “Bukan begitu! Ada yang kusukai sejak lama! Tapi aku terlalu pengecut untuk memperjuangkannya! Membiarkannya lepas begitu saja! Tapi kali ini aku akan sungguh-sungguh mengejarnya, memperjuangkannya dengan seluruh kemampuan yang kupunya – tanpa peduli apapun!”
 “Kau tampak,, lebih,,, hidup!”
“Hahaha,, aku juga merasa begitu! Hidup yang sebenarnya, sekarang aku bisa memulainya, bukan?”

Kamar kehidupan, February 05th 2015 @ 01.47 am
Setelah obrolan panjang dengan seorang sahabat malam ini. Benar-benar terpikir, ‘itulah’ sebabnya. ‘Hari itu’ adalah puncaknya! Hari dimana uda nyaris menamparku karena aku mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan dalam hidupku. Hari itu semacam pencerahan bahwa aku harus meninggalkannya! Ini bukan jalanku! Ini benar-benar sudah diluar batas toleransiku! Namun, jika dikemudian hari kalian melihatku hidup bersamanya, tolong jangan ucapkan ‘selamat’, ‘semoga berbahagia’ atau semacamnya! Jika itu terjadi, percayalah, aku tidak akan sedang berbahagia! Maka pada hari itu kalian harus benar-benar berpikir bagaimana cara melepaskanku darinya. Karena itu berarti aku kembali terjebak, atau dijebak!


Thursday, February 25, 2016

FALL FOR YOU!! Ottokhe??



Jangan tersenyum, aku bisa meleleh melihat senyummu.
Jangan tertawa, aku tak sanggup lagi menampung lebih banyak kupu-kupu diperutku.
Jangan menatapku, bisa-bisa aku ditandu karena seluruh persendianku kehilangan kekuatannya.
Jangan bicara padaku, jangan keluarkan suaramu, dadaku sudah seperti festival tujuhbelasan didalam. Jangan buat kerusuhan lebih parah lagi.
Jangan menyapaku, aku bisa mati berdiri sambil terbelalak dihadapanmu.

Diam saja!
Eh diam-pun jangan! Kau terlihat sangat lugu ketika diam. Dan itu bahkan membuatku panas dingin.