Akhirnya ke kamu juga....

Sunday, September 21, 2014

Akhirnya ke kamu juga....


Mestinya kau disini. Melihat diriku sekarang. Kau tau? Banyak perubahan dalam hidupku. Banyak hal terjadi. Banyak hal berhasil kuraih, beberapa hal berat terlewati dengan sempurna. Bukan aku bangga pada diriku – walaupun mungkin itu perlu – tapi hanya benar-benar berharap kau disini. Dulu, kau disini disaat susahku. Saat aku berteriak “Bunuh saja aku!” Waktu itu aku sungguh kekanak-kanakan bukan? Memalukan sekali!

Umm, kau ingat beberapa waktu lalu? Dalam sebuah tulisan aku mengatakan bahwa itu adalah kali terakhir aku menulis tentangmu. Waktu itu aku merasa sedang lebih baik, dan kupikir akan berhasil. Ya, untuk kesekian kalinya, janji pada diri sendiri adalah hal tersulit untuk kutepati. Aku tetap akan menulis tentangmu.

Ayolah, aku bukan sedang bersedih. Hanya butuh teman cerita saja. Apa? Aku tak punya teman? Jangan becanda! Tentu saja aku punya. Beberapa bahkan cukup dekat. Tapi kadang, rasanya kadang mereka terlalu mengintervensi hidupku. Ya, beberapa mulai membentukku menjadi keinginan mereka. Beberapa memarahiku kenapa tidak bisa menjadi pribadi yang mereka inginkan. Beberapa mengamuk ketika aku diam saja – memendam masalahku sendiri, tapi langsung menatapku sinis ketika aku baru mulai membuka mulut – untuk bercerita. Beberapa datang padaku dengan segunung keluhan, dengan ‘aku sedang memikul masalah paling berat di bumi’. Aku menangis dalam hati, masalah mereka tampak sangat berat, mereka bahkan tak sempat menanyakan apa aku punya waktu mendengar cerita mereka, alih-alih bertanya apa aku punya masalah. Beberapa menelponku, bercerita panjang lebar bagaimana mereka menemukan dan menangkap seekor tikus yang memasuki kamarnya. Lalu menutup telfon sejam kemudian tanpa sempat bertanya ‘apa kabarmu teman?’ Lucu bukan? Bukan apa, hanya saja – andai mereka mau sedikit bertanya, meluangkan waktu tiga puluh detik untuk mendengar. Mungkin mereka akan mendengar seorang perempuan muda baru saja selamat dari maut. Baru saja diserang (dan menyerang) maling yang menyusup di garase, dan baru saja menyelesaikan laporannya ke kantor kepolisian sepuluh menit sebelum menerima telfon. Lihat! Sepertinya mereka melewatkan beberapa hal besar, bukan?
Kadang aku merasa jahat, ketika mereka bercerita dengan menggebu-gebu, pikiranku malah melayang-layang. Ya, aku sedang berusaha menahan sesak didadaku, sedang mengatur napasku agar tampak biasa. Aku (terlihat) menyimak dengan khidmat, bersabar menunggu mereka selesai untuk ‘inilah kesempatanku’. Tapi kau tau? Itu hampir tidak pernah terjadi. Aku seperti menunggu kisah cinta Jack dan Rose berakhir bahagia. Semua orang tau itu tak akan terjadi.

Ada yang paham – tentu saja. Mereka bahkan sudah seperti bayanganku saja. Mengetahui semua hal tentangku – maksudku yang aku perbolehkan mereka untuk tahu. Ada juga yang paham bahkan sebelum aku bercerita. Tapi tetap saja, aku ingin bercerita. Tak cukup dengan “Tenangkan dirimu! Aku mengerti perasaanmu!”

Apa aku tampak sangat menyedihkan sekarang? Kalaupun iya, katakanlah tidak. Aku hanya sedang ingin mendengar yang baik saja.

Aku ingat ketika kau menceramahiku tentang teman SMA-ku dulu. “Tentu saja teman harus dipilih! Bagaimana mungkin kau berteman dengan semua orang? Jangan berteman dengan mereka yang akan merubahmu jadi seperti apa yang mereka inginkan. Kau temannya! Bukan bonekanya!” Begitu kira-kira pituahmu ketika itu. Sejak saat itu aku mulai menyeleksi teman-temanku. Dan akan menjauh ketika merasa menjadi boneka.

Oiya, hampir lupa. Beberapa waktu lalu adikmu menghubungiku. Aku heran kenapa dia sering menelponku sekarang. Kau tau, kalian memiliki kesamaan, sama-sama menjengkelkan dan selalu bisa membuatku tertawa sampai menangis. Bagaimana mungkin dia mengatakan aku tidak perlu lagi melamar pekerjaan ke rumah sakit. Aku cukup memfokuskan diri merawat lukaku saja. Jiahh, aku rasa skripsi benar-benar telah mengurangi massa otaknya. Satu lagi, dia memintaku datang ke kontrakannya. Tak usah kaget, aku sudah melakukannya – untukmu sekalian. Bagaimana mungkin seorang laki-laki dengan massa otak yang sudah berkurang mengundang perempuan terhormat mengunjungi kontrakannya? Benar-benar gila! Tapi kukatakan aku akan datang – untuk melemparkannya ke samudra Hindia.

Tapi jujur, dirinya sekarang juga sudah banyak berubah. Kalau kau disini, kau pasti bangga padanya. Lebaran kemarin ibumu mengatakan “Allah tak akan menyia-nyiakan perasaan seorang ibu, nak! Satu hilang, yang satu menggantikan!” Aku kurang setuju dengan ibumu, bagaimana mungkin dia membandingkan dirimu dengan laki-laki yang otaknya sudah menyusut itu? Namun, aku cukup kaget ketika ibumu mengatakan “Dia sudah bertanggung jawab sekarang!” Aku dengan jeniusnya berpikir bahwa anak yang otaknya sudah menyusut itu sudah menghamili anak orang. Ibumu tertawa sampai menangis mendengarnya. “Bukan, dia sekarang sudah bisa membiayai kuliahnya sendiri!” What? Aku excited! Bagaimana mungkin anak manja yang hanya tau menyusahkan itu membiayai kuliahnya sendiri? Belakangan kutahu dia melakukannya dengan menjual chevrolet tua ayahmu. Aku mengerti sekarang, dan anehnya aku tidak terkejut!

Kau, apa kabarmu sekarang? Selalu berharap kau baik-baik saja. Mesti lebih baik dari kabarku hari ini. Aku selalu mendo’akanmu by the way. Ya, hari itu kau melakukannya untukku. Sekarang dan seterusnya aku akan melakukannya untukmu.

Menulis seperti ini, percayalah tak ada hubungannya dengan move on-ku yang gagal. Aku hanya ingin menulis dengan nyaman. Dan aku merasa nyaman ketika bercerita seperti ini. Untuk saat ini, biarlah kembali seperti ini. Mengenai dirimu? Bukankah kita sudah berdamai? Ya, aku sudah berdamai dengan beberapa kenyataan dalam hidupku – termasuk kenyataan bahwa aku alergi plester. Setidaknya itu bukan penyakit mematikan, bukan?

Sekarang biarkanlah seperti ini (lagi). Aku akan tetap bercerita padamu – jika dibutuhkan. Seperti dulu, sekarangpun kau masih kopingku yang paling adaptif.


Kamar kehidupan, September 21th 2014 @ 01.11 am
Lagi-lagi menulis tengah malam. 

0 comments :